Jodoh

JODOH

 

“Pada jual harga berapa?” tanya Mita, salah satu penghuni grup Hore-hore.

 

“Aku pakai harga 90.000”, timpal penghuni yang lainnya.

 

“Duh, laku gak ya kalau jual segitu? Di Gramed harganya lebih murah kan?”, Puspa tampak kurang percaya diri.

 

“Harga Gramed memang lebih murah, tapi kalau dihitung sama biaya parkir, ongkos ke sana,  jadi sama aja kan? Malah lebih mahal jatuhnya.”

 

———

Begitu sekelumit percakapan yang terjadi sore tadi di antara para penjual buku online. Bicara soal harga jual,  bicara soal penjualan secara online, maka kita sebenarnya bicara soal JODOH.

 

Yaps, jodoh tidak melulu soal kisah kasih antar pemuda dan pemudi, tapi juga soal jual-beli. Termasuk buku di dalamnya. Setiap buku punya jodohnya masing-masing.  Harga murah maupun mahal, kondisi baru maupun bekas, maupun buku koleksi yang diburu para kolektor, semua punya jodohnya sendiri.

 

Hampir dua tahun bergelut di dunia jual-beli online,  membuat saya sedikit banyak bisa membaca situasi. Para pembeli,  tidak selalu sekedar mencari harga termurah pada suatu produk. Seringnya, mereka mencari yang termudah, yang terdekat,  dan yang paling dipercaya. Membeli dari teman sendiri yang sudah dikenal biasanya lebih membuat nyaman ketimbang membeli lewat marketplace yang penjualnya belum dikenal sama sekali.

 

Selisih harga sedikit, tidak selalu serta merta membuat para pembeli itu melirik toko sebelah. Ada nilai-nilai selain nominal harga sebuah buku yang ikut dipertimbangkan. Sebut saja : keramahan penjual, responsif atau tidaknya ketika pembeli bertanya, jujur tidaknya penjual tersebut,  kualitas bungkusan paket, atau variasi produk yang ditawarkan.

 

Saya pribadi, ketika berjualan, tidak selalu sekedar mencari keuntungan materi. Tidak jarang saya hanya mengambil margin kurang dari sepuluh ribu rupiah untuk sebuah buku, ketika di toko sebelah mungkin bisa menaikkan harga jual dengan dua-tiga kali margin yang saya ambil.

 

Ketika masih bisa dijual murah,  selama saya masih mendapat laba meski sedikit, kenapa tidak? Begitu pikir saya.  Terlebih karena saya sendiri suka jika bisa dapat buku bagus dengan harga miring. Niat awal saya berjualan adalah tolong-menolong. Membantu mencarikan buku yang mungkin sedang dicari dan tidak tahu harus membeli ke mana atau tidak sempat mencari sendiri di toko buku.

 

Alhamdulillah, dalam waktu hampir 2 tahun ini, banyak hal yang saya syukuri. Sama seperti para pembeli yang berjodoh dengan buku yang diinginkan, maka saya sebagai penjual merasa berjodoh dengan para supplier baik hati. Seringnya saya bertemu mereka bukan karena sengaja dicari. Tapi ketika butuh,  ada saja jalannya bertemu dengan para supplier itu.

 

Berjualan hampir 2 tahun ini, banyak saya bertemu dengan berbagai macam tipe pembeli. Saya yang pada dasarnya suka mengobrol, ciri khas si Sanguinis, beberapa kali justru berteman baik dengan para pembeli. Silaturahim tidak serta merta putus. Bahkan berlanjut jadi teman. Alhamdulillah…

 

Alhamdulillah, buku-buku yang saya stok sendiri,  meski tidak selalu cepat terjual, tapi ada saja yang tiba-tiba menanyakan. Pertanda apa?  Pertanda jodoh si buku pasti ada. Tidak sekarang, tapi suatu saat akan ada. 😀

 

#30DWC